Bahasa Peradaban dan Kebudayaan Bangsa Arab-Islam
Friday, May 30, 2008
Add Comment
Judul Buku: Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam(Volume II)
Penulis: Ali Ahmad Said (Adonis)
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: I, 2007
Tebal: xl+ 424 Halaman
Peresensi: Juma’ Darmapoetra
Ada hal menarik yang terjadi pada bangsa Arab-Islam sekitar abad ke II dan ujung abad ke III. Corak peradaban bangsa Arab mengalami perdebatan dan pertarungan sangat hebat, yaitu pertarungan antara akal (aql) dan wahyu (naql atau revelation), perdebatan taqlid dan pembaruan, dan kecenderungan salafisme dan kecenderungan rasionalis-empirisme. Pertarungan ini adalah pertarungan terbesar yang dihadapi bangsa Arab, karena pertarungan ini bukanlah konfrontasi sebagaimana perang tetapi adalah pertarungan ideologi. Menurut Julius Caesar, “Pertarungan dan peperangan yang sesungguhnya adalah peperangan atau pertarungan ideologi.”
Berlainan dengan taqlid muncul kecenderungan kreativitas, berlainan dari rasionalitas muncul kecenderungan imajinasi dan lain seterusnya. Hal ini muncul dalam tataran bahasa peradaban Bangsa Arab-Islam, sebagai lawan dari bahasa padang sahara. Kemudian muncul perdebatan antara yang lama (qadim) dan yang baru (muhaddats atau jadid) atau antara “formalisme puisi” atau “mazhab generasi lama” di satu sisi, dan di sisi lain mazhab “makna-makna baru” dan “metafor-metafor jauh”. Atau hal ini bisa dikatakan antara yang sudah biasa dikenal dengan hasil kreasi yang asing. Pertarungan ideologi mamang tak akan pernah menemukan kesudahan ketika yang satu berhenti, maka akan muncul masalah yang lain yang lebih banyak dan kompleks.
Bahasa puisi menurut bahasa kemapanan (tsabit) ada. Sedangkan menurut kecendrungan transformatif dan kreatif, puisi itu berada di luar sesuatu dan kata. Artinya, sesuatu yang berada di luar adalah hasil kreatif dari pengolahan sesuatu yang tsabit. Maka, dalam konteks kekinian, terutama di Indonesia bagaimana seharusnya, sebagai seorang muslim kita mengambil posisi dalam kancah pertarungan ideologi, politik, pemikiran, dan kebudayaan modern saat ini? Karena perkembangan zaman dan akselerasi modernitas menuntut kita untuk selalu proaktif terhadap fenomena yang terjadi.
Jika melacak historisitas bangsa Semit (Arab pra Islam), maka akan sangat tampak bahwa mereka adalah bangsa yang memiliki keahlian khusus dalam membuat sayir-syair indah. Bangsa Arab adalah bangsa yang terkenal dengan puisinya yang indah. Menurut penulis buku ini, setiap manusia sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat struktur kalimat yang menyamai Al-Quran atau bahkan “melebihinya”, seandainya Allah tidak mengalihkan kemampuan manusia tersebut. (hlm. 347)
Melalui buku “Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam” yang berjudul asli Adonis (Ali Ahmad Said), Sastrawan Arab kontemporer berusaha memberikan jalan baru bagi sejarah perpuisian dan peradaban bangsa Arab-Islam. Dalam hal ini, kajian dasarnya adalah ittiba’ dan ibda’ yang dalam hal ini mencakup berbagai masalah seperti, khilafah dan politik, puisi dan bahasa, fanatisme kebangsaan dan politik Islam, dan gerakan-gerakan pemikiran serta masalah puisi dan konsep cinta di dalamnya. Obyek kajian dalam buku ini, sebenarnya tidak sesederhana di atas, tetapi kajian ini akan mencakup seluruh peradaban bangsa Arab; meliputi politik, sosial, sosial, ekonomi, filsafat, teologi, fikih, puisi dan revolusi. Dia mememetakan watak karakteristik masayarakat Arab-Islam, yaitu watak imitatif (ittiba’) dan watak kreatif (ibda’) dalam seluruh peradaban dan kebudayaan Arab.
Kajian tentang Arab, sebenarnya sudah banyak dilakukan para pemikir dan intelektual dan cendikiawan muslim seperti Muhammad Abed al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zaid, Hasan Hanafi, Mohammed Arkoun, Khalil Abdul Karim, Sayyid al-Qimani dan Said al-Asymawi, dan lain sebagainya. Tetapi kajian mereka hanya terbatas pada tataran sosio-historis masyarakat Arab, dan tradisi teks bangsa Arab. Sedangkan Adonis sendiri lebih mengkaji pada tradisi sastra dan kebudayaan yang dibentuk bangsa Arab-Islam atau bahkan kajian dalam buku ini mencakup seluruh kajian para tokoh di atas.
Dalam buku ini akan terdapat kesimpulan bahwa yang hubungan yang tsabit dan al-mutahawwil atau antara ittiba’ dan ibda’ tidaklah selalu bersifat dealiktis, tetapi kontradiktif yang melahirkan represi. Karena itu, sisi al-tsabit lebih mendominasi sisi al-mutahawwil dan menghancurkan segala sesuatu yang sifatnya kreativitas. Adanya tarik menarik pendapat ini menjadikan sejarah kebudayaan Arab-Islam berkembang dinamis-dialektis, tetapi terkadang malah memunculkan anomali dan “korban jiwa”. Hal ini merupakan konsekuensi dari dominasi al-tsabit atas al-mutahawwil yang cenderung kontradiktif. Melihat fenomena tersebut, maka akan dibutuhkan adanya sinergitas antara puisi, bahasa, agama, dengan moral, serta tradisi agama yang digeneralisasikan terhadap tradisi sastra. Pada akhirnya, mereka akan sama-sama beranggapan bahwa bahasa, agama dan eksistensi nasionalisme merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena itu adalah yang membentuk peradaban dan kebudayaan bangsa Arab yang lebih maju.
Jika kita melacak akar perdebatan itu, maka sebenarnya yang menjadi menjadi kunci utama dalam permasalahan ini adalah terletak bagaimana memposisikan antara teks (Al-Quran dan al-Hadist) dan rasio. Ada yang kecenderungannya pada teks, ada yang kecenderungannya pada rasio, sedangkan kelompok lain berusaha memadukan antara teks dan rasio (akal). Perdebatan ini, kadang melahirakn represi dan pertarungan urat saraf. Kalau kita kontekstualisasikan hal ini terhadap Indonesia, kita bisa melihatnya dengan adanya pencekalan terhadap salah satu tokoh senior NU yang dianggap melecehkan Al-Quran; penghakiman terhadap salah satu ustaz di Malang dan ustazah di Jakarta, karena dianggap mengajarkan kesesatan; perusakan terhadap kantor di salah satu organisasi keagamaan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Fenomena ini sangat memiliki akar historis yang sama dengan karateristik manusia Arab-Islam atau Arab-pra Islam yang cenderung memaksakan kehendak terhadap kelompok minor dan dengan pemikir yang tidak sepaham.
Spirit buku ini adalah bagaimana memberikan informasi secara detil dan “telanjang” atas seluruh sisi kehidupan masyarakat Arab-Islam dan tentang gerak dinamisasi kebudayaan dan pemikirannya yang disertai dengan pertentangan antara kelompok yang mempertahankan kemapanan atau status qou (as-tsabit) dan kelompok yang menginginkan perubahan (al-mutahawwil). Buku ini akan mamberikan pemahaman yang lebih jelah dan komprehensif tentang gerak kebudayaan Arab-Islam, memberikan wacana dan perspektif baru atas sejarah dan pemikiran Arab-Islam dengan segala dinamikanya.
Peresensi adalah Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, Universitas Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
sumber:www.nu.or.id
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: I, 2007
Tebal: xl+ 424 Halaman
Peresensi: Juma’ Darmapoetra
Ada hal menarik yang terjadi pada bangsa Arab-Islam sekitar abad ke II dan ujung abad ke III. Corak peradaban bangsa Arab mengalami perdebatan dan pertarungan sangat hebat, yaitu pertarungan antara akal (aql) dan wahyu (naql atau revelation), perdebatan taqlid dan pembaruan, dan kecenderungan salafisme dan kecenderungan rasionalis-empirisme. Pertarungan ini adalah pertarungan terbesar yang dihadapi bangsa Arab, karena pertarungan ini bukanlah konfrontasi sebagaimana perang tetapi adalah pertarungan ideologi. Menurut Julius Caesar, “Pertarungan dan peperangan yang sesungguhnya adalah peperangan atau pertarungan ideologi.”
Berlainan dengan taqlid muncul kecenderungan kreativitas, berlainan dari rasionalitas muncul kecenderungan imajinasi dan lain seterusnya. Hal ini muncul dalam tataran bahasa peradaban Bangsa Arab-Islam, sebagai lawan dari bahasa padang sahara. Kemudian muncul perdebatan antara yang lama (qadim) dan yang baru (muhaddats atau jadid) atau antara “formalisme puisi” atau “mazhab generasi lama” di satu sisi, dan di sisi lain mazhab “makna-makna baru” dan “metafor-metafor jauh”. Atau hal ini bisa dikatakan antara yang sudah biasa dikenal dengan hasil kreasi yang asing. Pertarungan ideologi mamang tak akan pernah menemukan kesudahan ketika yang satu berhenti, maka akan muncul masalah yang lain yang lebih banyak dan kompleks.
Bahasa puisi menurut bahasa kemapanan (tsabit) ada. Sedangkan menurut kecendrungan transformatif dan kreatif, puisi itu berada di luar sesuatu dan kata. Artinya, sesuatu yang berada di luar adalah hasil kreatif dari pengolahan sesuatu yang tsabit. Maka, dalam konteks kekinian, terutama di Indonesia bagaimana seharusnya, sebagai seorang muslim kita mengambil posisi dalam kancah pertarungan ideologi, politik, pemikiran, dan kebudayaan modern saat ini? Karena perkembangan zaman dan akselerasi modernitas menuntut kita untuk selalu proaktif terhadap fenomena yang terjadi.
Jika melacak historisitas bangsa Semit (Arab pra Islam), maka akan sangat tampak bahwa mereka adalah bangsa yang memiliki keahlian khusus dalam membuat sayir-syair indah. Bangsa Arab adalah bangsa yang terkenal dengan puisinya yang indah. Menurut penulis buku ini, setiap manusia sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat struktur kalimat yang menyamai Al-Quran atau bahkan “melebihinya”, seandainya Allah tidak mengalihkan kemampuan manusia tersebut. (hlm. 347)
Melalui buku “Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam” yang berjudul asli Adonis (Ali Ahmad Said), Sastrawan Arab kontemporer berusaha memberikan jalan baru bagi sejarah perpuisian dan peradaban bangsa Arab-Islam. Dalam hal ini, kajian dasarnya adalah ittiba’ dan ibda’ yang dalam hal ini mencakup berbagai masalah seperti, khilafah dan politik, puisi dan bahasa, fanatisme kebangsaan dan politik Islam, dan gerakan-gerakan pemikiran serta masalah puisi dan konsep cinta di dalamnya. Obyek kajian dalam buku ini, sebenarnya tidak sesederhana di atas, tetapi kajian ini akan mencakup seluruh peradaban bangsa Arab; meliputi politik, sosial, sosial, ekonomi, filsafat, teologi, fikih, puisi dan revolusi. Dia mememetakan watak karakteristik masayarakat Arab-Islam, yaitu watak imitatif (ittiba’) dan watak kreatif (ibda’) dalam seluruh peradaban dan kebudayaan Arab.
Kajian tentang Arab, sebenarnya sudah banyak dilakukan para pemikir dan intelektual dan cendikiawan muslim seperti Muhammad Abed al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zaid, Hasan Hanafi, Mohammed Arkoun, Khalil Abdul Karim, Sayyid al-Qimani dan Said al-Asymawi, dan lain sebagainya. Tetapi kajian mereka hanya terbatas pada tataran sosio-historis masyarakat Arab, dan tradisi teks bangsa Arab. Sedangkan Adonis sendiri lebih mengkaji pada tradisi sastra dan kebudayaan yang dibentuk bangsa Arab-Islam atau bahkan kajian dalam buku ini mencakup seluruh kajian para tokoh di atas.
Dalam buku ini akan terdapat kesimpulan bahwa yang hubungan yang tsabit dan al-mutahawwil atau antara ittiba’ dan ibda’ tidaklah selalu bersifat dealiktis, tetapi kontradiktif yang melahirkan represi. Karena itu, sisi al-tsabit lebih mendominasi sisi al-mutahawwil dan menghancurkan segala sesuatu yang sifatnya kreativitas. Adanya tarik menarik pendapat ini menjadikan sejarah kebudayaan Arab-Islam berkembang dinamis-dialektis, tetapi terkadang malah memunculkan anomali dan “korban jiwa”. Hal ini merupakan konsekuensi dari dominasi al-tsabit atas al-mutahawwil yang cenderung kontradiktif. Melihat fenomena tersebut, maka akan dibutuhkan adanya sinergitas antara puisi, bahasa, agama, dengan moral, serta tradisi agama yang digeneralisasikan terhadap tradisi sastra. Pada akhirnya, mereka akan sama-sama beranggapan bahwa bahasa, agama dan eksistensi nasionalisme merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena itu adalah yang membentuk peradaban dan kebudayaan bangsa Arab yang lebih maju.
Jika kita melacak akar perdebatan itu, maka sebenarnya yang menjadi menjadi kunci utama dalam permasalahan ini adalah terletak bagaimana memposisikan antara teks (Al-Quran dan al-Hadist) dan rasio. Ada yang kecenderungannya pada teks, ada yang kecenderungannya pada rasio, sedangkan kelompok lain berusaha memadukan antara teks dan rasio (akal). Perdebatan ini, kadang melahirakn represi dan pertarungan urat saraf. Kalau kita kontekstualisasikan hal ini terhadap Indonesia, kita bisa melihatnya dengan adanya pencekalan terhadap salah satu tokoh senior NU yang dianggap melecehkan Al-Quran; penghakiman terhadap salah satu ustaz di Malang dan ustazah di Jakarta, karena dianggap mengajarkan kesesatan; perusakan terhadap kantor di salah satu organisasi keagamaan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Fenomena ini sangat memiliki akar historis yang sama dengan karateristik manusia Arab-Islam atau Arab-pra Islam yang cenderung memaksakan kehendak terhadap kelompok minor dan dengan pemikir yang tidak sepaham.
Spirit buku ini adalah bagaimana memberikan informasi secara detil dan “telanjang” atas seluruh sisi kehidupan masyarakat Arab-Islam dan tentang gerak dinamisasi kebudayaan dan pemikirannya yang disertai dengan pertentangan antara kelompok yang mempertahankan kemapanan atau status qou (as-tsabit) dan kelompok yang menginginkan perubahan (al-mutahawwil). Buku ini akan mamberikan pemahaman yang lebih jelah dan komprehensif tentang gerak kebudayaan Arab-Islam, memberikan wacana dan perspektif baru atas sejarah dan pemikiran Arab-Islam dengan segala dinamikanya.
Peresensi adalah Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, Universitas Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
sumber:www.nu.or.id
0 Response to "Bahasa Peradaban dan Kebudayaan Bangsa Arab-Islam"
Post a Comment
Ketentuan berkomentar :
- Dilarang menautkan link aktif maupun mempastekan link mati, karena komentar yang disertai promosi URL tidak akan pernah tampilkan
- Dilarang berkomentar yang Di Luar Topik (OOT), promosi, dan komentar-komentar yang anda tidak suka jika hal itu terjadi di blog anda sendiri, karena komentar seperti itu tidak akan pernah ditampilkan