Dakwah Gelap Di Jalan Hitam Badrud Tamam
Friday, June 27, 2008
2 Comments
Sebelumnya saya ucapkan banyak terimakasi kepada saudara Mas Tamam karena Mas Tamam telah mengirimkan resensi ke blog ini. Bagi temen-temen yang mau mengirim ke blog ini juga bisa lo seperti Mas Tamam kirim aja ke email khu bambangxp@yahoo.co
Seperti ini resensinya Mas Tamam :
Judul: Gus Miek, Perjalanan, dan Ajaran
Penulis: M. Nurul Ibad
Penerbit: LKis, Jogjakarta
Cetakan: I, 2007
Tebal: 343
DALAM khazanah formal, dakwah merupakan pola mengembangkan ajaran agama melalui jalur resmi dan terkesan kaku. Misalnya saja, dengan jalan ceramah, dan pengajian hingga melalui jalur resmi seperti undang-undang, semisal RUU APP. Bahkan, tidak jarang dengan cara-cara kekerasan.
Buku berjudul, “Gus Miek, Perjalanan, dan Ajaran,” menyajikan biografi tokoh ulama yang pernah kontroversial pada 70-an, dengan aksinya masuk dan bergabung ke jalan hitam. Sebagai keturunan ulama besar, memasuki dunia tersebut tentu saja termasuk barang tabu, amoral, juga sangat memalukan. Dia terkenal sebagai sosok putra kiai yang sering masuk bar, diskotik; main judi, dan mabuk-mabukan, bahkan tidak ketinggalan masuk ke ruang dalam dunia prostitusi. Tentu saja aksi tersebut memicu kontroversi jagad pesantren secara luas. Bahkan dikecam berbagai kalangan ulama besar lainnya. Akan tetapi, aksi tersebut tetap dilakukannya tanpa mempedulikan semua kecaman.
Buku ini dengan lugas dan tuntas menguak tabir misteri langkah kontroversi Gus Miek dibalik semua aksinya yang tidak terungkap. Gus Miek mengakui apa yang dilakukannya demi melengkapi dakwah selama ini yang sudah ada, namun menurutnya masih ada wilayah yang masih belum dirambah oleh para dai secara maksimal dan digerakkan melalui nilai-nilai yang manusiawi. Dan hal itu adalah wilayah hitam. Ia berpandangan, satu-satunya jalan membuat mereka jera, adalah dengan menghabisi akar kemaksiatan dari dalam sehingga tuntas, dan tidak bisa hanya dengan cara yang biasa dalam berdakwah.
Menurutnya, akan terasa sulit melakukan dakwah di dunia hitam tersebut apabila dilakukan dengan cara biasa, terbukti beberapa aksi dakwah ormas-ormas (baca; dalam hal ini Islam) belum sepenuhnya mampu memberantas kemaksiatan itu. Terbukti, meski cara-cara konvensional seperti ceramah, pengajian atau bahkan dengan cara unjukrasa belum mampu melenyapkan praktik-praktik itu. Alhasil, dia memilih melakukan pola dakwah tak biasa, yakni dengan cara langsung masuk ke jantung kantong maksiat dan melakukan proses pencabutan akar makisiat dari dalam dunia hitam itu sendiri. Selanjutnya, langkah tersebut dilaksanakannya dengan masuk ke dunia tersebut dan bergabung ikut bermain judi, mabuk-mabukan, juga bermain di dunia pelacuran.
Berbeda dengan pandangan umum yang selama ini mengecamnya, di sana dia justru melakukan dakwah dengan cara mematikan akar kemaksiatam langsung dari dalam. Misalnya saja, dalam permainan judi dia mengalahkan bos dan bandar terkemuka hingga mereka habis-habisan dan ludes semua harta mereka. Akibatnya, para bandar menjadi bangkrut dan tidak berani lagi bermain judi. Maka, di setiap tempat yang pernah didatangi Gus Miek tempat-tempat maksiat tersebut langsung tidak laku. Para pelaku judi lebih memilih bermain ke tempat lain karena ketakutan akan mengalami kebangkrutan. Garapan ini dilakukannya bukan hanya di kota-kota kecil semacam Jember, Probolinggo, namun juga di kota-kota metropolis seperti Jakarta dan Surabaya.
Di dunia prostitusi, dia melakukan hal sama. Salah satu kasus yang diangkat Gus Miek biasanya langsung masuk terhadap pelacur utama. Beberapa hari sesudahnya, pelacur tersebut sudah tidak pernah terlihat lagi. Para penghuni hanya bilang pelaku tersebut tiba-tiba menangis dan segera meninggalkan lokasi. Namun sayangnya metode ini tidak dijelaskan lebih gamblang bagaimana pola Gus Miek melakukan penyadaran terhadap mereka.
Hal yang menarik, salah seorang santri yang selalu ikut Gus Miek bertanya mengenai reaksi dia manakala berhadapan dengan para pelacur saat masuk wilayah prostitusi, apakah Gus Miek tidak tergoda. Dia menyatakan bahwa saat masuk ke sana, yang tampak baginya hanyalah seonggok daging, darah, dan tulang belaka.
Dalam kacamata tasawuf, yang dinyatakan Gus Miek tentang penampakan perempuan pelacur yang tampak baginya hanyalah darah, tulang, dan daging bisa dikatakan sudah melalui proses tata batin (Mujahadah) yang matang dan melalui proses yang tidak mudah. Tokoh terkemuka Al-Ghazali sendiri menyatakan pada dasarnya dengan laku konsisten (istiqomah) seseorang akan mampu mengatur lalu lintas dan stabilitas hawa nafsu dalam dirinya sehingga tidak lagi terkuasai, bahkan hawa nafsu justru dijadikan tentara dalam menerapkan kebaikan.
Langkah Gus Miek ini mengingatkan terhadap langkah sama yang pernah dilakukan Sunan Kalijaga. Dakwah Sunan Jawa ini melakukan proses dakwah dengan cara langsung masuk ke akar budaya masyarakat, seperti pementasan wayang, dan ludruk. Hal ini bisa disejajarkan dengan ruang glamour dunia hiburan masa kini; diskotik, bar, dan dunia musik masa kini. Terlepas dari semua perdebatan yang timbul dan memicu kontroversi, langkah dakwah tidak biasa ini terbukti mampu mengislamkan di tanah Jawa.
Dakwah unik yang dilakukan Gus Miek ini secara tidak langsung memberi pemahaman lebih kaya dan luas mengenai jalan dakwah yang tidak semata dipandang secara kaku dan sempit. Ia bukan sesuatu yang semata ideologis, namun lebih luas demi mengantar manusia ke jalan fitrahnya. Ia juga tidak mesti dilakukan secara formal. Namun bisa dengan cara lain yang lebih metodis dan manusiawi, yakni melalui berbaur di dalamnya kemudian mengarahkan mereka dengan mengerti ruang batin para pelakunya tanpa harus menggunakan pemaksaan, apalagi jalur kekerasan yang malah kontraproduktif dengan ajaran agama itu sendiri. Kehadiran buku ini tentu saja memberi sentuhan baru cara-cara dakwah alternatif dan menjadi pembanding dakwah formal yang selama ini ada di negeri ini.
Assalamu'alaikum Wr.Wb
ReplyDeleteBuku itu sangat penting untuk di ajarkan kepada kelompok yang biasa melakukan da'wah dengan jalur kekerasan. karena isi buku itu jarang di baca maupun dipahami secara mendalam.Tidak ada satupun Agama yang mengajarkan cara berda'wah dengan kekerasan. Salah satu contoh penyebaran agama Islam di Indonesia, yang kita kenal dengan WALISONGO.
sukses dengan blogNa, moga menang lomba, tak dukung selalu bro
ReplyDelete